Yamba dengan Pamornya
Pernah
mendengar kata ‘Yamba’?
Jika
kamu masuk ke skcretariat seni rupa, yang bertempat di gedung lama FPBS UPI,
mungkin kata itu akan sangat sering terdengar di telinga. Entah sejak kapan kata
itu mulai popular. Entah siapa juga yang memopulerkan kata semacam itu.
Tergelitik
ingin mengetahui apa arti sebenarnya kata ‘yamba’ itu, saya mulai mencoba
mengetikkan kata itu di google, dan yang muncul adalah sebuah pantai elok yang
berada di Australia. Lalu apa hubungannya anak seni rupa ini dengan pantai yang
berada di Australia itu? Apa mereka di bayar oleh pemerintahan Australia untuk
mempromosikan tempat itu? Yang benar saja! Tentu saja tidak mungkin!
Tak
berhenti disitu akupun mulai membuka KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), online tentu saja. Dengan naif nya aku
menetikkan kata itu dengan harapan muncul arti kata yang sebenarnya beserta
rentetan penjelasannya. Tapi apa yang bisa aku perbuat, “mungkin yang anda
maksud ‘hamba’” itulah jawaban yang muncul setiap aku mengetikkan kata yang tak
diketahui asal usulnya itu.
Setelah
semua usaha sudah dilakukan demi mencari kebenaran arti kata ‘yamba’
sesungguhnya, akupun akhirnya harus menerima arti yang sudah disepakati
bersama. Seperti halnya semiotika dengan tanda yang sudah disepakati bersama,
mungkin sudah waktunya aku menyepakati kata ‘yamba’ ini pula sebagai pengganti
kata ‘malas’.
Malas?
Yap, itulah arti dari kata ‘Yamba’ menurut anak seni rupa UPI khususnya.
Entahlah, mungkin kamu akan menemukan arti yang berbeda jika menemukan
seseorang atau sekelompok orang mengucapkan kata yang serupa. Atau jika kamu
berani, dan penasaran, kamu bisa menanyakannya secara langsung pada orang yang
mengucapkan kata itu. Hanya sekedar saran, tentu saja.
Jadi
hanya itu makna dari kata ‘Yamba’? Hanya ‘malas’? Tentu saja tidak berhenti
disitu.
Menjabarkan
dari apa yang saya tangkap dari makna kata ‘Yamba’, jika dalam tingkatan
manusia orang malas adalah tingkatan orang paling bawah karena kebiasaannya
yang sering mengulur waktu, maka orang yamba mempunyai lebih bawah satu langkah
dari orang malas. Orang yamba adalah orang yang selalu mengulur waktu, malas
bergerak, dan bisa dibilang, tak punya gairah dalam menjalani hari-harinya.
Pekerjaan yang tak kunjung selesai, jikapun selesai maka akan selesai dengan
‘apa adanya’, usaha yang sangat kurang, dan tidur menjadi salah satu alasannya
untuk tidak menjalani hari.
Jadi
sudah sewajarnya jika ada yang tidak terima dengan lontaran kata ‘yamba’
padanya. Bagaimana tidak, siapa yang akan terima di juluki sebagai orang yamba
dengan jabaran makna yang kurasa tak ada sedikitpun nilai positif didalamnya.
Lalu
mengapa kata itu seperti berkibar bebas di lingkungan seni rupa UPI?
Apa
banyak orang yamba berkeliaran di lingkungan seni rupa disini?
Jawabannya,
bisa jadi ‘ya’ bisa juga ‘tidak’.
Pertama,
kata ini bisa dijadikan sindiran keras bagi orang yang terbiasa ‘rajin’
kemudian terjerumus dalam kejenuhan yang akhirnya membuatnya malas. Dengan
ketidak terimaannya mendengar kata atau cibiran “huuuh yamba!” yang dilontarkan
langsung padanya, mungkin akan memotivasinya kembali untuk kembali ‘rajin’ dan
menyingkirkan jauh-jauh sikap malas yang akan mulai menjerumuskannya ke dalam image yamba padanya.
Ke-dua,
kata ini bisa dijadikan julukan bagi si pemalas akut dengan harapan orang itu
malu menyandang image orang yamba
yang melekat padanya, dan mulai memperbaiki kebiasaan buruknya itu. ‘Sedikit
harapan kecil penulis, semoga orang yang memiliki image orang yamba itu bisa dilupakan sebagai orang yamba.’ Seperti
yang kita semua ketahui ‘image’ yang
sudah melekat itu sulit untuk dilupakan.
Ke-tiga,
kata ini tentu saja bisa dijadikan sebagai hiburan semata, melihat seseorang
yang sedang santai, dan mulai mengganggunya dengan kata ‘yamba’. Bukankan
mengganggu orang sudah menjadi hal yang menyenangkan, dan hiburan dikala semua
orang serius dengan pekerjaannya masing-masing, atau saat tak ada lagi bahan
obrolan yang dapat mencairkan suasana selain dengan menggu orang lain.
Atau
terakhir, kamu bisa menggunakan kata ‘yamba’ ini, seperti contoh percakapan ini
:
A
: Hai B, udah ngerjain tugas?
B
: Belum, ntar ah aku yamba.
Hey!
Sebenarnya apa yang salah pada orang ini? Apa ia ingin dijuluki orang yamba
disaat orang lain menghindari julukan ini padanya? Atau.. at.. at.. atau?
Sudahlah tak perlu membesarkan hal ini.
Tentu
saja semua terserah kita memandang dan menanggapinya. Izinkan aku menggunakan
kata bijak yang klasik yang entah ini mempunyai hubungan atau tidak sama
sekali. Jika ‘hidup adalah pilihan’ maka kata ‘yamba’ juga merupakan pilihan.
Apa kamu ingin menjadikan kata ‘yamba’ sebagai motivasi, sebagai gambaran asli
dirimu, sebagai hiburan, atau sebagai image
yang kamu idolakan? Semua terserah padamu, karena yang pasti kata ‘yamba’
tidak akan cepat menurun pamornya, dan tak akan mudah pula untuk dilupakan. Ai Nur Asiah.