Rabu, 04 Maret 2015

Yamba dengan Pamornya



Pernah mendengar kata ‘Yamba’?

Jika kamu masuk ke skcretariat seni rupa, yang bertempat di gedung lama FPBS UPI, mungkin kata itu akan sangat sering terdengar di telinga. Entah sejak kapan kata itu mulai popular. Entah siapa juga yang memopulerkan kata semacam itu.

Tergelitik ingin mengetahui apa arti sebenarnya kata ‘yamba’ itu, saya mulai mencoba mengetikkan kata itu di google, dan yang muncul adalah sebuah pantai elok yang berada di Australia. Lalu apa hubungannya anak seni rupa ini dengan pantai yang berada di Australia itu? Apa mereka di bayar oleh pemerintahan Australia untuk mempromosikan tempat itu? Yang benar saja! Tentu saja tidak mungkin!

Tak berhenti disitu akupun mulai membuka KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), online tentu saja. Dengan naif nya aku menetikkan kata itu dengan harapan muncul arti kata yang sebenarnya beserta rentetan penjelasannya. Tapi apa yang bisa aku perbuat, “mungkin yang anda maksud ‘hamba’” itulah jawaban yang muncul setiap aku mengetikkan kata yang tak diketahui asal usulnya itu.

Setelah semua usaha sudah dilakukan demi mencari kebenaran arti kata ‘yamba’ sesungguhnya, akupun akhirnya harus menerima arti yang sudah disepakati bersama. Seperti halnya semiotika dengan tanda yang sudah disepakati bersama, mungkin sudah waktunya aku menyepakati kata ‘yamba’ ini pula sebagai pengganti kata ‘malas’.
Malas?

Yap, itulah arti dari kata ‘Yamba’ menurut anak seni rupa UPI khususnya. Entahlah, mungkin kamu akan menemukan arti yang berbeda jika menemukan seseorang atau sekelompok orang mengucapkan kata yang serupa. Atau jika kamu berani, dan penasaran, kamu bisa  menanyakannya secara langsung pada orang yang mengucapkan kata itu. Hanya sekedar saran, tentu saja.

Jadi hanya itu makna dari kata ‘Yamba’? Hanya ‘malas’? Tentu saja tidak berhenti disitu.

Menjabarkan dari apa yang saya tangkap dari makna kata ‘Yamba’, jika dalam tingkatan manusia orang malas adalah tingkatan orang paling bawah karena kebiasaannya yang sering mengulur waktu, maka orang yamba mempunyai lebih bawah satu langkah dari orang malas. Orang yamba adalah orang yang selalu mengulur waktu, malas bergerak, dan bisa dibilang, tak punya gairah dalam menjalani hari-harinya. Pekerjaan yang tak kunjung selesai, jikapun selesai maka akan selesai dengan ‘apa adanya’, usaha yang sangat kurang, dan tidur menjadi salah satu alasannya untuk tidak menjalani hari.

Jadi sudah sewajarnya jika ada yang tidak terima dengan lontaran kata ‘yamba’ padanya. Bagaimana tidak, siapa yang akan terima di juluki sebagai orang yamba dengan jabaran makna yang kurasa tak ada sedikitpun nilai positif didalamnya.

Lalu mengapa kata itu seperti berkibar bebas di lingkungan seni rupa UPI?

Apa banyak orang yamba berkeliaran di lingkungan seni rupa disini?

Jawabannya, bisa jadi ‘ya’ bisa juga ‘tidak’.

Pertama, kata ini bisa dijadikan sindiran keras bagi orang yang terbiasa ‘rajin’ kemudian terjerumus dalam kejenuhan yang akhirnya membuatnya malas. Dengan ketidak terimaannya mendengar kata atau cibiran “huuuh yamba!” yang dilontarkan langsung padanya, mungkin akan memotivasinya kembali untuk kembali ‘rajin’ dan menyingkirkan jauh-jauh sikap malas yang akan mulai menjerumuskannya ke dalam image yamba padanya.

Ke-dua, kata ini bisa dijadikan julukan bagi si pemalas akut dengan harapan orang itu malu menyandang image orang yamba yang melekat padanya, dan mulai memperbaiki kebiasaan buruknya itu. ‘Sedikit harapan kecil penulis, semoga orang yang memiliki image orang yamba itu bisa dilupakan sebagai orang yamba.’ Seperti yang kita semua ketahui ‘image’ yang sudah melekat itu sulit untuk dilupakan.

Ke-tiga, kata ini tentu saja bisa dijadikan sebagai hiburan semata, melihat seseorang yang sedang santai, dan mulai mengganggunya dengan kata ‘yamba’. Bukankan mengganggu orang sudah menjadi hal yang menyenangkan, dan hiburan dikala semua orang serius dengan pekerjaannya masing-masing, atau saat tak ada lagi bahan obrolan yang dapat mencairkan suasana selain dengan menggu orang lain.

Atau terakhir, kamu bisa menggunakan kata ‘yamba’ ini, seperti contoh percakapan ini :

A : Hai B, udah ngerjain tugas?

B : Belum, ntar ah aku yamba.

Hey! Sebenarnya apa yang salah pada orang ini? Apa ia ingin dijuluki orang yamba disaat orang lain menghindari julukan ini padanya? Atau.. at.. at.. atau? Sudahlah tak perlu membesarkan hal ini.


Tentu saja semua terserah kita memandang dan menanggapinya. Izinkan aku menggunakan kata bijak yang klasik yang entah ini mempunyai hubungan atau tidak sama sekali. Jika ‘hidup adalah pilihan’ maka kata ‘yamba’ juga merupakan pilihan. Apa kamu ingin menjadikan kata ‘yamba’ sebagai motivasi, sebagai gambaran asli dirimu, sebagai hiburan, atau sebagai image yang kamu idolakan? Semua terserah padamu, karena yang pasti kata ‘yamba’ tidak akan cepat menurun pamornya, dan tak akan mudah pula untuk dilupakan. Ai Nur Asiah.