Kamis, 26 September 2013

KSS Fotografi : Gagasan, Estetik dan Teknik


Teknologi memang sudah menjadi sebuah gaya hidup. Seperti handphone, kini bisa dikatakan menjadi barang primer dikalangan masyarakat kita, bahkan banyaknya bisa melebihi jumlah dari penggunanya. Sama halnya dengan sebuah kamera, saat ini sudah bukan menjadi barang aneh lagi, hampir semua orang kini mempunyai kamera. Karena handphone yang dijual di pasaran sekarang juga dilengkapi fasilitas kamera dengan resolusi bermega-mega pixel.

Berbicara tentang kamera, tentunya tidak jauh membicarakan tentang fotografi. Karena kamera adalah alat paling populer dalam aktivitas tersebut. Pada hari Selasa lalu tepatnya tanggal 24 September 2013, divisi seni murni HIMASRA mengadakan kembali KSS (Kuliah Santai Sore), kali ini dibahas mengenai fotografi bertajuk "Antara Gagasan, Estetik dan Teknik" bertempat di Basement Jurusan Pendidikan Seni Rupa FPBS UPI, bersama Sjuaibun Iljas sebagai pemateri dan Gumilar Pratama sebagai moderator. Berikut ulasan acara KSS;

Kesadaran mendokumentasikan sebuah moment kini sudah menjadi kebutuhan bahkan gaya hidup. Sebagian prilaku masyarakat kini lebih leluasa berbagi sebuah gambar atau foto dengan berbagai aplikasi, seperti Intagram yang menerapkan filter digital dan membagikannya ke berbagai layanan jejaring sosial. Tak hanya itu kini sebuah kamera sudah bisa di gunakan secara otomatis dengan tool-tool atau fitur-fitur yang membuat objek  foto terlihat biasa-biasa saja menjadi lebih dari biasa. Pertanyaannya apakah semudah itu?
 
Dirangkum dalam materi Sjuaibun Iljas pada KSS Selasa lau, dalam fotografi tentunya terkait dengan gagasan, estetika dan teknis. Ketiga hubungan itu akan selalu ada. Seorang fotografer yang baik harus bisa mewujudkan gagasan-gagasannya lewat objek yang di potretnya. Fotografi tidak hanya asal memotret tapi juga bagaimana cara membuat sebuah gambar terlihat baik. Fotografi tidak lain mempunyai tujuan serta konsep penciptaan yang bermula dari ide dasar yang berkembang dari implementasi praksis dengan dukungan peralatan dan teknik melalui bahasa visual. Ada konsep estetik didalamnya, tidak hanya masalah garis, warna, bentuk dll. Tetapi seperti objek, pencahayaan dan komposisinya jelas sekali diperhitungkan dengan matang saat pemotretan. Dalam mewujudkan hal tersebut tentunya berhubungan dengan penguasaan teknik seseorang dalam mengambil gambar. Dari teknik-teknik itulah dapat mewujudkan ide-ide tersebut. 



Dengan perkembangan teknologi dan banyaknya softwaree-software olah digital, foto saat ini kadang di olah secara berlebihan dan melupakan kaidah-kaidah seperti warna, sumber cahaya, dll. Bila kepentingannya untuk pribadi hal ini sah-sah saja, namun masalahnya ketika foto itu di publish, pertanyaannya apakah orang lain akan menilai foto itu bagus-tidak? Sifat manusia umumnya butuh pengakuan, kadang banyak orang yang 'gatal' membagikan/mempublish foto yang sebenarnya telah melanggar kaidah, atau bahkan sebenarnya tidak perlu dibagikan. Disini apresiaor akan menilai, jika baik tidak masalah, bila penilaiannya buruk? disini bisa merugikan reputasi dan nama baik kita sendiri. Keindahaan memang bersifat subjektif, tapi disini baiknya ketika ingin berbagi foto kita harus menyuguhkan yang terbaik. Sebetulnya dalam foto olah digital tidak ada masalah, selama tidak merugikan pihak manapun. Perlu diketahui fotografi yang natural, tanpa editing atau rekayasa peminatnya masih banyak. 

Mengutip dalam tulisan Moch. Abdul Rahman tentang Etetika dalam Fotografi Estetik, munculnya karya fotografi sebagai bentuk karya seni visual dua dimensi menjadikan khasanah baru keberagaman seni visual. Pada awal kehadiran media baru itu sempat membuat dunia seni lukis pada masanya dinyatakan secara sarktis oleh pelukis prancis De la Roche bahwa "From today painting is dead" (Turner, 1987:16). Dalam pandangan tersebut merupakan suatu sikap kekhawatiran cukup beralasan yang cukup beralasan sebab hadirnya teknologi fotografi secara teknik lebih cepat dan praktis dalam proses menghasilkan karyanya serta memiliki nilai akurasi reproduksi yang lebih tinggi serta flesibilitas ukuran pembesaran yang ditawarkan yang dianggap lebih unggul bila dibandingkan dengan bentuk seni rupa/visual lainnya. Dari kutipan itu bisa ditarik kesimpulan bahwa fotografi merupakan bagian dari seni visual/seni rupa. Banyak pengertian tentang apa itu fotografi. Dilansir bobpras.wodpress.com fotografi bisa dikatakan merupakan seni melihat. Karena fotografi mengajarkan pada kita cara yang unik dalam melihat dunia dan sekaligus memberikan penyadaran baru akan segala keindahan yang ada di sekitar kita – dalam kehidupan sehari-hari manusia. Misalanya kita melihat figur seorang petani yang bersimbah keringat di sawah atau diladang, kita melihat senyuman khas keceriaan anak kecil dan lain sebagainya.

Fotografi tak hanya sebagai media seni dan dokumentasi saja, sekarang ini dibidang jurnalistik dan komersial juga erat dengan fotografi. Fotografi dalam seni biasanya lebih menonjolkan idealis seniman pembuat foto, namun disini perlu diperhatikan pula kaidah fotografi, karena foto yang baik tidak hanya di sebut baik oleh pembuatnya, tapi juga di hargai oleh orang lain. Kebutuhan fotografi dalam jurnalistik tentunya tidak boleh direkayasa, harus memiliki sifat objektif, menjadikan citra fotografi sebagai pilar untuk menguak kebenaran. Sedangkan fotografi komersil biasanya disini seorang fotografer harus dapat merepresentasikan barang yang akan dijual secara menarik. 

KSS hari itu menarik, banyak diperolah pengetahuan baru mengenai fotografi. Selain itu peserta KSS tidak hanya dari mahasiswa jurusan pendidikan seni rupa UPI saja, ada pula mahasiswa dari unpad dan mahasiswa jurusan lain. Mudah-mudahan kedepannya program ini dapat terus terlaksana dan tambah baik. 






Penulis : Devianti N. W.
Editor : Muhammad Zam zam
Dokumentasi : Yuwan