Minggu, 15 Februari 2015

Hai para "Pelaku Seni"




Hai para ‘pelaku seni’, saya ingin menyebutkan sebuah ungkapan yang mungkin sudah terdengar klasik di telinga bahwa, “Kehidupan itu berputar seperti roda, kadang kita berada di atas, kadang kita berada di bawah” klasik bukan? Kita selalu mendengar ungkapan itu dari siapapun, entah itu pedagang asongan, teman sebaya, guru, dosen, bahkan Mario teguh pun mungkin pernah mengungkapkannya. Kata-kata itu selalu muncul disaat orang sedang memberikan motivasi pada lawan bicaranya. Tapi saya tidak bisa mengelak dari kebenaran ungkapan itu, dan tentu saja saya mengamininya. Kenapa? Apa sudah ada buktinya? Ini sedikit pemikiran yang akan saya bagi dalam artikel ini.

Saya akan menggunakan ungakapan itu untuk menggambarkan, betapa orang seni “sekarang ini” sangat dihargai dan sangat dibutuhkan. Kita sedang berada di putaran roda yang menuju ke atas. Kenapa menuju ke atas? Tidakkah sudah berada di atas? Tentu saja tidak, karena kita tidak tahu puncak dari perputaran roda ini, sebelum kita mulai berputar ke bawah lagi. Tapi kali ini saya tidak akan membicarakan perputaran ke bawah, kali ini saya ingin membicarakan perputaran menuju ke bagian atas.

Perputaran roda sekarang ini bisa dibilang sangat menguntungkan bagi para pelaku seni, dimana dulunya orang-orang seni dianggap aneh karena mereka punya pemikiran-pemikiran yang sangat berbeda dari pemikiran-pemikiran orang banyak dan terkadang sangat tidak rasional, pakaian mereka yang terkadang ‘cuek’ dan terkesan berantakan, dan juga satu hal yang mungkin orang seni senang melakukannya adalah memanjangkan rambutnya dalam hal ini mengerucut pada pria. Mereka senang memanjangkan rambutnya, entah itu sebagai ungkapan dari kebebasan jiwa dalam berekspresi, atau sekedar ingin memperlihatkan pada orang-orang bahwa mereka berbeda. Entahlah karena mereka selalu mempunyai pemikirannya sendiri, dan itu sulit untuk ditelaah.

Tapi tenang saja, bukan berarti mereka selalu tidak diterima di masyarakat dengan penampilannya itu. Karena sekarang ini manusia sudah mulai membuka pikirannya, menerobos dinding-dinding pemikiran kuno bahwa orang berpendidikan itu adalah orang rapi, berdasi, rambut cepak, dan lain-lain. Mereka sudah mulai membuka matanya bahwa orang-orang dengan penampilan ‘nyeleneh’ juga tidak berarti tidak berpendidikan. Kalian tahu burung hantu? Hewan yang hidup di malam hari. Hewan yang selalu dikaitkan dengan hal mistis, bahkan magician Limbad pun menggunakan burung hantu untuk menunjang penampilannya agar semakin misterius. Hal itu semakin memperkuat image  burung hantu yang semakin menyeramkan bukan? Tapi lihatlah sekarang ini orang-orang, khususnya para remaja “kekinian” berlomba-lomba menjadikan burung ini sebagai hewan peliharaan. Mereka mulai menganggap hewan ini lucu dan menggemaskan, bahkan makin sini, makin banyak pula akseoris-aksesoris burung hantu berkeliaran di pinggiran jalan sampai mall-mall besar. Itu adalah salah satu contoh kecil yang telah terjadi di lingkungan sekitar kita.

Yang unik disini, para ‘pelaku seni’ pun mulai membuka pikirannya tentang penampilan ‘nyeleneh’ yang selalu dijadikan mereka sebagai gambaran jati diri mereka. Makin sini, mereka mulai merubah penamilannya, entah karena rasa jenuh mereka terhadap pandangan orang yang selalu menyepelekan mereka, atau bisa juga karena tuntutan pekerjaan mereka di perusahaan tertentu yang mengharuskan karyawannya untuk selalu berpenampilan rapi. Memang selalu banyak kemungkinan, tapi yang perlu disadari disini, sekarang ini masyarakat sudah mulai memahami dan meyakini tentang ungkapan “don’t judge book by cover” itu benar adanya.

Maka dari itu, sebagai para ‘pelaku seni’ patut merasa senang, karena dengan keadaan seperti ini, keadaan dimana mereka sudah mulai bisa diterima di masyarakat dengan kata lain, mereka sudah mulai di percaya dan diakui keberadaannya dalam masyarakat sebagai orang yang tidak hanya bisa membuat ricuh dan menciptakan pemandangan yang tidak indah karena penampilannya, tetapi mereka sudah dipercaya bahwa mereka adalah orang-orang kreatif yang membuat lingkungannya menjadi berwarna dan tidak monoton. Namun tidak serta merta berhenti dan merasa puas disitu saja, mereka sebagai para ‘pelaku seni’ kini banyak digantungkan harapan yang tinggi untuk bisa mewarnai lingkungan ini dengan ide-ide nyelenehnya yang sekarang semua orang sebut sebagai ide kreatif itu untuk diaplikasikan dan bisa dinikmati oleh setiap orang. Tujuannya tidak lain adalah untuk membuat lingkungan menjadi kreatif dan menyenangkan, bukan lingkungan yang monoton dan membosankan yang hanya dihuni oleh robot-robot pemakan teori. Itulah kini yang diharapkan orang-orang pada para ‘pelaku seni’. Ai Nur Asiah.