Hai
para "Pelaku Seni"
Hai
para ‘pelaku seni’, saya ingin menyebutkan sebuah ungkapan yang mungkin sudah
terdengar klasik di telinga bahwa, “Kehidupan itu berputar seperti roda, kadang
kita berada di atas, kadang kita berada di bawah” klasik bukan? Kita selalu
mendengar ungkapan itu dari siapapun, entah itu pedagang asongan, teman sebaya,
guru, dosen, bahkan Mario teguh pun mungkin pernah mengungkapkannya. Kata-kata
itu selalu muncul disaat orang sedang memberikan motivasi pada lawan bicaranya.
Tapi saya tidak bisa mengelak dari kebenaran ungkapan itu, dan tentu saja saya
mengamininya. Kenapa? Apa sudah ada buktinya? Ini sedikit pemikiran yang akan
saya bagi dalam artikel ini.
Saya
akan menggunakan ungakapan itu untuk menggambarkan, betapa orang seni “sekarang
ini” sangat dihargai dan sangat dibutuhkan. Kita sedang berada di putaran roda
yang menuju ke atas. Kenapa menuju ke atas? Tidakkah sudah berada di atas? Tentu
saja tidak, karena kita tidak tahu puncak dari perputaran roda ini, sebelum
kita mulai berputar ke bawah lagi. Tapi kali ini saya tidak akan membicarakan
perputaran ke bawah, kali ini saya ingin membicarakan perputaran menuju ke
bagian atas.
Perputaran
roda sekarang ini bisa dibilang sangat menguntungkan bagi para pelaku seni,
dimana dulunya orang-orang seni dianggap aneh karena mereka punya
pemikiran-pemikiran yang sangat berbeda dari pemikiran-pemikiran orang banyak
dan terkadang sangat tidak rasional, pakaian mereka yang terkadang ‘cuek’ dan
terkesan berantakan, dan juga satu hal yang mungkin orang seni senang
melakukannya adalah memanjangkan rambutnya dalam hal ini mengerucut pada pria.
Mereka senang memanjangkan rambutnya, entah itu sebagai ungkapan dari kebebasan
jiwa dalam berekspresi, atau sekedar ingin memperlihatkan pada orang-orang
bahwa mereka berbeda. Entahlah karena mereka selalu mempunyai pemikirannya
sendiri, dan itu sulit untuk ditelaah.
Tapi
tenang saja, bukan berarti mereka selalu tidak diterima di masyarakat dengan
penampilannya itu. Karena sekarang ini manusia sudah mulai membuka pikirannya,
menerobos dinding-dinding pemikiran kuno bahwa orang berpendidikan itu adalah
orang rapi, berdasi, rambut cepak, dan lain-lain. Mereka sudah mulai membuka
matanya bahwa orang-orang dengan penampilan ‘nyeleneh’ juga tidak berarti tidak
berpendidikan. Kalian tahu burung hantu? Hewan yang hidup di malam hari. Hewan
yang selalu dikaitkan dengan hal mistis, bahkan magician Limbad pun menggunakan
burung hantu untuk menunjang penampilannya agar semakin misterius. Hal itu
semakin memperkuat image burung hantu yang semakin menyeramkan bukan?
Tapi lihatlah sekarang ini orang-orang, khususnya para remaja “kekinian”
berlomba-lomba menjadikan burung ini sebagai hewan peliharaan. Mereka mulai
menganggap hewan ini lucu dan menggemaskan, bahkan makin sini, makin banyak
pula akseoris-aksesoris burung hantu berkeliaran di pinggiran jalan sampai
mall-mall besar. Itu adalah salah satu contoh kecil yang telah terjadi di
lingkungan sekitar kita.
Yang
unik disini, para ‘pelaku seni’ pun mulai membuka pikirannya tentang penampilan
‘nyeleneh’ yang selalu dijadikan mereka sebagai gambaran jati diri mereka.
Makin sini, mereka mulai merubah penamilannya, entah karena rasa jenuh mereka
terhadap pandangan orang yang selalu menyepelekan mereka, atau bisa juga karena
tuntutan pekerjaan mereka di perusahaan tertentu yang mengharuskan karyawannya
untuk selalu berpenampilan rapi. Memang selalu banyak kemungkinan, tapi yang
perlu disadari disini, sekarang ini masyarakat sudah mulai memahami dan
meyakini tentang ungkapan “don’t judge
book by cover” itu benar adanya.
Maka
dari itu, sebagai para ‘pelaku seni’ patut merasa senang, karena dengan keadaan
seperti ini, keadaan dimana mereka sudah mulai bisa diterima di masyarakat
dengan kata lain, mereka sudah mulai di percaya dan diakui keberadaannya dalam
masyarakat sebagai orang yang tidak hanya bisa membuat ricuh dan menciptakan
pemandangan yang tidak indah karena penampilannya, tetapi mereka sudah
dipercaya bahwa mereka adalah orang-orang kreatif yang membuat lingkungannya
menjadi berwarna dan tidak monoton. Namun tidak serta merta berhenti dan merasa
puas disitu saja, mereka sebagai para ‘pelaku seni’ kini banyak digantungkan
harapan yang tinggi untuk bisa mewarnai lingkungan ini dengan ide-ide
nyelenehnya yang sekarang semua orang sebut sebagai ide kreatif itu untuk
diaplikasikan dan bisa dinikmati oleh setiap orang. Tujuannya tidak lain adalah
untuk membuat lingkungan menjadi kreatif dan menyenangkan, bukan lingkungan
yang monoton dan membosankan yang hanya dihuni oleh robot-robot pemakan teori.
Itulah kini yang diharapkan orang-orang pada para ‘pelaku seni’. Ai Nur Asiah.